Banda Neira, pulau kecil yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, menyimpan jejak sejarah Indonesia, yakni rumah pengasingan Bung Hatta. Rumah Hatta terletak di Jalan Hatta, kelurahan Dwiwarna, Kampung Ratu. Searah dengan jalan menuju ke Benteng Belgica.
Berbeda dengan rumah pengasingan Sutan Syahrir atau Dr Tipto Mangunkusumo yang kerap terkunci, rumah Bung Hatta menjadi satu-satunya rumah bersejarah yang pintu-pintunya selalu terbuka, sehingga bebas dikunjungi sejak pukul delapan pagi hingga empat sore.
Gedungnya pun cukup terawat. Di dalam ruang tamu, sebuah kotak sumbangan teronggok di atas meja, berdampingan dengan buku tamu.
Memasuki Rumah Hatta, kelebat riwayat hidup Bapak Proklamator Indonesia ini pun bermunculan. Lahir pada 12 Agustus 1902 dengan nama Muhammad Atthar dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha di Bukittinggi, Hatta mendapat pendidikan yang baik dari keluarganya.
Hatta Muda, Pejuang Pembelajar
Selain ajaran Islam, Hatta mengenyam pendidikan formal di ELS (Europeesche Lagere School), lalu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), tempat dia bergabung di perkumpulan Jong Sumatranen Bond dan menjadi bendahara.
Hatta muda kemudian melanjutkan pendidikan ke Handels Hoge School Rotterdam, Belanda, pada 1921, lalu aktif di Indische Vereninging, cikal bakal Perhimpunan Indonesia, yang dipimpin trio Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusomo, dan Douwes Deker.
Setelah lulus ujian ekonomi perdagangan pada 1923, dia melanjutkan ke jurusan hukum negara dan hukum administratif, karena minatnya pada bidang politik. Hatta aktif di Perhimpunan Indonesia, bahkan menjadi pemimpin pada 1926, namun keluar pada 1932 karena tidak sepaham dengan kubu komunis yang memasuki partai ini.

Setelah lulus, Hatta kembali ke Jakarta pada 1932. Dia menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat, dan aktif berpolitik di Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Tulisannya yang keras memprotes penahanan dan pembuangan Soekarno ke Ende, membuat pemerintah kolonial Belanda menahan semua pemimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan membuang mereka ke Boven Digoel.
Hatta Dibuang ke Banda Neira
Hatta dan Sjahrir dipindahkan dari penjara alam nan ganas, Boven Digoel ke Banda Neira pada Februari 1936. Selain menjauhkan mereka dari kontak dengan dunia luar, juga demi kesehatan.
Keduanya sempat terkena malaria di Digul, Papua. Saat itu, malaria menjadi pembunuh nomer satu bagi tahanan politik yang ditahan di sana. Keganasan nyamuk pembawa penyakit Malaria, saat itu belum dapat ditangani dengan baik. Juga obat-obatan yang tak tersedia cukup untuk tawanan, menyebabkan banyak yang menghembuskan nafas terakhir karena malaria di Papua.